Jeritan Hati Seorang Gadis
Hiduplah seorang gadis bernama Siti di kota Jakarta, kota metropolitan yang didambakan oleh banyak gadis-gadis desa lainnya. Siti adalah seorang wanita dimana dari kecil
sampai sekarang dia harus hidup dengan perasaan lukanya yang tidak
akan sembuh. Sampai sekarang Siti merindukan kembali ke masa anak-anaknya.
Kerinduannya untuk kembali ke masa kanak-kanak hanyalah sebuah pelarian karena
sebenarnya dia takut menghadapi hidupnya.
Hidupnya yang sekarang hanyalah hidup tanpa cinta. Siti tidak pernah tahu
apa itu “CINTA” dan bagaimana rasanya dicintai dan mencintai.
Perasaan
lukanyalah yang menutup Siti untuk berkembang seperti mengepakkan sayapnya untuk melihat keindahan dunia ini.. Waktu masa kecilnya Siti pernah diperkosa oleh saudara laki-lakinya
berulang kali. Hal itu terjadi begitu saja karena Siti tidak
pernah tahu apa itu SEX. Di rumahnya tidak ada internet pada saat itu, orang
tuanya termasuk orang tua kuno dimana bagi mereka bicara sex sama saja bicara
soal tabu. Jadi di dalam keluarganya tidak pernah ada pembahasan soal soal SEX. Siti tidak pernah baca buku tentang hal-hal
yang berhubungan dengan sex sehingga pada masa kecilnya Siti bisa dikategorikan
anak polos.
Ketika
kakak laki-lakinya memperkosanya dalam jangka waktu yang panjang, Siti tidak pernah
berpikiran negative dan tidak mengerti kalau yang dibuat oleh kakaknya
merupakan perbuatan tidak senonoh yang tidak pantas dilakukan oleh seorang
kakak kepada adik kandungnya sendiri.
Kakak
dari Siti selalu mengawali perbuatan mesumnya dengan diawali permainan
sehingga Siti mengira ketika dia diperkosa, itu hanyalah sebuah permainan baru
yangdiperkenalkan oleh kakaknya. Kata-kata yang diucapkan oleh kakaknya ketika
niat mesumnya muncul adalah “mari Siti kakak ada permainan baru”. Siti yang suka akan
permainan baru dengan semangat mengikuti keinginan kakaknya seperti dia disuruh
buka bajunya, dia buka dan sebagainya.
Perkosaan
itu terjadi semenjak Siti berumur 10 tahun
dan terakhir kalinya dia diperkosa adalah ketika dia SMP kelas 2 atau kelas 3
SMP. Siti diperkosa oleh kakaknya hampir
setiap hari ketika rumahnya sepi.
Sebenarnya
ketika kelas 6 SD Siti sudah merasa jenuh dengan permainan itu tetapi tidak berani
mengatakan sejujurnya pada kakaknya karena alasan mau cari hidup damai. Mengapa Siti lebih memilih jalan ini? Karena dengan orang tuanya pun Siti sering mendapatkan
pukulan baik karena Siti melakukan kesalahan maupun ketika Siti harus menerima
pukulan karena fitnahan dari orang orang yang ada disekitarnya yang Siti sayang.
Karena
alasan ingin hidup tenang, Siti berusaha menjadi anak baik. Siti tidak pernah membagi
penderitaannya kepada siapa pun karena Siti yakin pasti orang lain akan menganggap
dia terlalu membesar-besarkan hal yang kecil.
Rupanya
perkosaan yang dialaminya membunuh perasaan cinta yang ada di hati Siti. Siti tidak
pernah mengenal maupun mengalami artinya Cinta. Bukan karena Siti adalah orang
dingin tetapi hanya karena hidup yang dialami oleh Siti terlalu berat dan
menyakitkan.
Sebenarnya Siti juga manusia rapuh yang ingin juga dicintai oleh orang lain tapi apa yang
terjadi sampai dia bertumbuh besar dan dewasa, Siti merasa sepi dalam hidupnya.
Walaupun di tengah-tengah keramaian Siti selalu merasa sepi. Hatinya ternyata
sudah membeku.
Mungkin
konyol kalau dibilang Siti tidak pernah merasakan perasaan dicintai maupun
mencintai orang lain tetapi itulah kenyataan yang terjadi pada Siti. Siti kepingin
juga hidup seperti orang normal dimana dicintai dan mencintai.
Tekanan
mental akibat perkosaan yang dialaminya cukuplah memberikan dampak tidak baik
dalam hidup Siti.. Bukan hanya perkosaan tetapi kekerasan fisik yang didapatkan
oleh Siti dari papanya cukup mempengaruhi pertumbuhan
dirinya sendiri. Siti menjadi seorang wanita yang
dari luar kelihatan kuat tetapi dalamnya Siti hanyalah wanita yang rapuh dan menderita. Ntahlah
kapan Siti dapat menikmati hidupnya dan dapat menjadi dirinya sendiri bebas dari
trauma dan tekanan mental.
Sampai
saat ini Siti menghadapi tekanan mental dan traumanya hanya dengan berlari dengan
menyibukkan dirinya dengan segala kegiatan. Bukan hanya berlari tetapi setiap
trauma itu muncul, Siti membawanya dalam doa. Dengan doa Siti dapat mengeluarkan
semua yang dia rasakan dan dia tidak perlu berpura-pura menjadi orang kuat. Hanya dalam doa Siti menemukan dirinya kecil dan rapuh.
Ntahlah Sti tidak ingat kapan terakhir kalinya air matanya mengering. hastag #sabtulis
Tidak ada komentar:
Posting Komentar